Monday, December 5, 2011

Jangan Biarkan Hati Anda Menderita Karena Hasad

Jangan Biarkan Hati Anda Menderita Karena Hasad


Pada hakikatnya, penyakit ini mengakibatkan si penderita tidak ridha dengan qadha’ dan qadar Allah Azza wa Jalla, sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah : “Sesungguhnya hakikat hasad adalah bagian dari sikap menentang Allah Azza wa Jalla, karena ia (membuat si penderita) benci kepada nikmat Allah Azza wa Jalla atas hamba-Nya; padahal Allah Azza wa Jalla menginginkan nikmat tersebut untuknya.

 Hasad juga membuatnya senang dengan hilangnya nikmat tersebut dari saudaranya, padahal Allah k benci jika nikmat itu hilang dari saudaranya. Jadi, hasad itu hakikatnya menentang qadha’ dan qadar Allah Azza wa Jalla.” Penyakit ini sering dijumpai di antara sesame teman sejabatan, seprofesi, seperjuangan, atau sederajat. Oleh sebab itu, tak jarang dijumpai ada pegawai kantor yang hasad kepada teman sekantornya, tukang bakso hasad kepada tukang bakso lainnya, guru hasad kepada guru, orang ahli ibadah atau Ustadz atau kyai hasad kepada yang sederajat dengannya.

Jarang dijumpai hasad tersebut pada orang yang beda kedudukan dan derajatnya, seperti tukang bakso hasad kepada kyai atau tukang becak hasad kepada Ustadz, meskipun tidak menafikan kemungkinan terjadinya.

Penyakit hasad hendaknya dijauhi oleh setiap Muslim, karena madharatnya sangat besar, terutama bagi si penderita baik madharat dari sisi agama maupun dunianya. Tidakkah kita ingat, kenapa Iblis dilaknat oleh Allah Azza wa Jalla?



Penyakit Syubhat Dan Syahwat


Syaithan merupakan musuh nyata manusia. Dia selalu berusaha menjerumuskan manusia kedalam jurang kekafiran, kesesatan dan kemaksiatan.

 Di dalam menjalankan aksinya itu syaithan memiliki dua senjata ampuh yang telah banyak makan korban. Dua senjata itu adalah syubhat dan syahwat.

Dua penyakit yang menyerang hati manusia dan merusakkan perilakunya. Syubhat artinya samar, kabur, atau tidak jelas. Penyakit syubhat yang menimpa hati seseorang akan merusakkan ilmu dan keyakinannya. Sehingga jadilah “perkara ma’ruf menjadi samar dengan kemungkaran, maka orang tersebut tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran. Bahkan kemungkinan penyakit ini menguasainya sampai dia menyakini yang ma’ruf sebagai kemungkaran, yang mungkar sebagai yang ma’ruf, yang sunnah sebagai bid’ah, yang bid’ah sebagai sunnah, al-haq sebagai kebatilan, dan yang batil sebagai al-haq”.

 Penyakit syubhat ini misalnya: keraguan, kemunafikan, bid’ah, kekafiran, dan kesesatan lainnya. Syahwat artinya selera, nafsu, keinginan, atau kecintaan.

Sedangkan fitnah syahwat (penyakit mengikuti syahwat) adalah mengikuti apa-apa yang disenangi oleh hati/nafsu yang keluar dari batasan syari’at. Fitnah syahwat ini akan menyebabkan kerusakan niat, kehendak, dan perbuatan orang yang tertimpa penyakit ini.

Penyakit syahwat ini misalnya: rakus terhadap harta, tamak terhadap kekuasaan, ingin populer, mencari pujian, suka perkara-perkara keji, zina, dan berbagai kemaksiatan lainnya.



Kaidah-Kaidah Tibbun Nabawi


Allah menciptakan makhlukNya agar beribadah serta tunduk kepadaNya. Allah menciptakannya terdiri dari ruh dan jasad. Allah menurunkan untuk mereka hukum-hukum syar’i, dan beban-beban ibadah yang bisa memelihara badan dan ruh mereka.

 Allah juga telah mengeluarkan untuk mereka makanan-makanan yang baik, agar kesehatan badan mereka tetap terjaga. Allah berfirman :Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah. Maka makanan yang baik itu adalah makanan yang bermanfaat.

 Sedangkan sesuatu yang kotor dan najis adalah racun yang membunuh. Oleh karena itu, Allah menghalalkan untuk manusia makanan yang baik dan mengharamkan khaba’its (segala yang buruk). Allah berfirman. : Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. Dan ini, termasuk diantara tujuan yang terbesar diutusnya Rasulullah.


Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa salam adalah orang yang paling menginginkan kebaikan dan Rasul yang paling sayang kepada makhluk Allah –khususnya kepada umatnya–




Malpraktek Menurut Syariat Islam


Malpraktek berasal dari kata 'malpractice' dalam bahasa Inggris . Secara harfiah, 'mal' berarti 'salah', dan 'practice' berarti 'pelaksanaan' atau 'tindakan', sehingga malpraktek berarti 'pelaksanaan atau tindakan yang salah'.

 Jadi, malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan kesehatan.

Artikel ini juga hanya akan menyoroti malpraktek di seputar dunia kedokteran saja. Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter –atau profesional lain di dunia kedokteran dan kesehatan- kadang berhubungan dengan etika/akhlak.

Misalnya, mengatakan bahwa pasien harus dioperasi, padahal tidak demikian. Atau memanipulasi data foto rontgen agar bisa mengambil keuntungan dari operasi yang dilakukan. Jika kesalahan ini terbukti dan membahayakan pasien, dokter harus mempertanggungjawabkannya secara etika.

 Hukumannya bisa berupa ta'zîr , ganti rugi, diyat, hingga qishash. Malpraktek juga kadang berhubungan dengan disiplin ilmu kedokteran. Jenis kesalahan ini yang akan mendapat porsi lebih dalam tulisan ini. Karenanya, diperlukan aturan yang adil yang menjamin ketenangan bagi pasien dan pada saat yang sama memberikan kenyamanan bagi para profesional bidang kesehatan dalam bekerja. Tentu Islam sebagai syariat akhir zaman yang sempurna ini telah mengatur semuanya



Ruqyah Yang Keliru


Sering terjadi adanya komunikasi dengan jin dan melontarkan pertanyaan kepadanya tentang banyak permasalahan. Baik tentang nama, umurnya dan keyakinannya. Orang-orang pun mudah mempercayainya. Fenomena ini hanya akan mengantarkan manusia menuju kerusakan dan pelanggaran. Orang-orang seolah melupakan bahwa jin bukan sumber talaqqi ilmu.


Sebab kedustaanlah yang mendominasi sepak terjang jin. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Abu Hurairah: “Dia (saat ini) jujur kepadamu, tetapi ia makhluk yang pendusta”. Praktek seperti di atas mengandung unsur pelanggaran terhadap petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

 Syaikh Al Albani berkata: Dahulu, orang-orang yang menangani ruqyah di hadapan orang kesurupan, hanyalah ditangani beberapa individu yang shalih dengan jumlah tidak banyak. Sedangkan sekarang ini, jumlah mereka ratusan orang.

 Bahkan termasuk juga sekumpulan wanita mutabarrijah (pesolek). Akibatnya praktek ini menyimpang dari statusnya sebagai sarana pengobatan syar’i – yang hanya dilakukan oleh para ahlinya-berubah menjadi fenomena dan sarana kehidupan yang tidak dikenal syariat ataupun ilmu kedokteran sekaligus. Justru menurutku termasuk praktek dajl (kedustaan) dan bisikan setan kepada musuhnya, manusia




Tata Cara Ruqyah Yang Benar


Ruqyah bukan pengobatan alternatif. Justru seharusnya menjadi pilihan pertama pengobatan tatkala seorang muslim tertimpa penyakit. Sebagai sarana penyembuhan, ruqyah tidak boleh diremehkan keberadaannya.

 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya meruqyah termasuk amalan yang utama. Meruqyah termasuk kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Para nabi dan orang shalih senantiasa menangkis setan-setan dari anak Adam dengan apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya”. Karena demikian pentingnya penyembuhan dengan ruqyah ini, maka setiap kaum Muslimin semestinya mengetahui tata cara yang benar, agar saat melakukan ruqyah tidak menyimpang dari kaidah syar’i. Apakah ruqyah hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang disebutkan dalam nash atau penyakit secara umum?

 Dalam hadits-hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung adalah pengaruh mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun (humah) dan penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam An Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya, ruqyah bukan berarti hanya dibolehkan pada tiga penyakit tersebut. Namun maksudnya bahwa Beliau ditanya tentang tiga hal itu, dan Beliau membolehkannya.

No comments:

Post a Comment