Al-Biruni
Pada zaman awal kedatangan Islam, masyarakat Islam tidak begitu terkena ilmu filsafat. Namun menjelang abad ke-3, para sarjana Islam mulai memperhatikan persoalan dan pemikiran yang terkait dengan falsafah.Pada zaman awal kedatangan Islam, masyarakat Islam tidak begitu terkena ilmu filsafat.
Dasar pada filsafat yang dipelopori oleh para ilmuwan Islam, berpaksikan ajaran Islam dan kalimat syahadat bertujuan untuk meningkatkan keyakinan dan ketakwaan umat Islam.
Berbeda dengan filsafat Yunani yang lebih terkonsentrasi pada pencarian kebenaran berlandaskan pemikiran dan logika semata sehingga menimbulkan kekeliruan dan kekacauan yang tidak berpanjangan.Aliran filsafat pada zaman Islam tidak sekadar membatasi pembicaraan pada persoalan yang terkait dengan metafisika ketuhanan dan kejadian alam.
Tetapi juga meliputi diskusi yang terkait dengan nilai-nilai akhlak, masyarakat, dan kemanusiaan. Meskipun filsuf pernah dicap oleh Imam Al-Ghazali sebagai kaum yang sesat lagi menyesatkan, tetapi perkembangan ilmu filsafat itu telah berhasil membantu menyelesaikan berbagai persoalan keagamaan, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan bidang-bidang lain.
Wahyu sebenarnya tidak bertentangan dengan akal. Melalui paduan wahyu dan akal seperti yang dituangkan oleh para ilmuwan Islam telah berhasil membantu meletakkan batu dasar yang kokoh bagi pembangunan peradaban Islam. Karena itu, umat Islam dianjurkan menemukan dan menimba ilmu hatta sampai ke negara Cina.
Dorongan yang diberikan oleh Islam itu telah memberikan semacam motivasi kepada para sarjana Islam untuk terus menggali dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan baik di timur atau barat.Salah seorang ilmuwan tersebut adalah Al Biruni atau nama aslinya Abu al-Raihan Muhammad ibn Ahmad al-Biruni. Beliau dilahirkan pada tahun 362 H (973 M) diBirun, ibu negara Khawarizm atau lebih dikenal sebagai Turkistan. Gurunya yang pertama adalah Abu Nashr Mansur ibn Alt ibn Iraqin yang juga merupakan seorang pakar ilmu matematika dan alam.
Minat dan kecenderungannya untuk mempelajari dan memperluas dimensi ilmu pengetahuannya telah mendorong Al-Biruni merantau sampai ke negara India. Tetapi saat berada di India, Al-Biruni telah ditawan oleh Sultan Mahmood Al-Ghaznawi.
Setelah menyadari keilmuwannya beliau ditugaskan di istana sebagai salah seorang ulama. Kesempatan itu digunakan sepenuhnya oleh Al-Biruni untuk mempelajari bahasa Sansekerta dan bahasa lain di India. Di sana ia mengambil kesempatan untuk mengenal agama Hindu dan filsafat India. Hasilnya beliau telah menulis beberapa buah buku yang memiliki hubungan dengan masyarakat India dan kebudayaan Hindu.Dalam satu tulisannya, ia menyatakan bahwa ajaran Hindu berdasarkan konsep penjelmaan yang memiliki persamaan dengan syahadat Tauhid dalam Islam dan trinitas dalam agama Kristen.
Tembok penjara tidak menjadi penghalang bagi Al-Biruni untuk terus menuntut dan menghasilkan karya-karya yang besar dalam berbagai bidang. Kontribusinya kepada ilmu dan peradaban India sangat besar. Kontribusinya yang paling penting adalah dalam penciptaan metode penggunaan angka-angka India dan kajiannya mencari ukuran bumi menggunakan perhitungan matematika.
Ia juga telah berhasil memproduksi satu daftar yang memuat peta dan posisi ibu-ibu negara di dunia.Semasa berada dalam tawanan itu, Al-Biruni juga menggunakan seluruh ruang dan peluang yang ada untuk menjalin hubungan antara para ilmuwan sekolah tinggi Baghdad dan para sarjana Islam India yang tinggal dalam istana Mahmud al Ghaznawi.
Setelah dibebaskan, beliau telah menulis sebuah buku yang berjudul Kitab tahdid al Nih-ayat al Amakin Lita'shih al Masafat al Masakin. Selain itu, beliau juga mendirikan sebuah pusat penelitian astronomi tentang sistem solar yang telah membantu perkembangan studi ilmu falak di tahun-tahun yang mendatang.
Penelitiannya dalam bidang sains, matematika, dan geometrik telah menyelesaikan banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan sebelum ini.
Penguasaannya terhadap berbagai ilmu pengetahuan dan bidang telah menyebabkan dijuluki sebagai "Ustadz fil Ulum" atau guru segala ilmu. Penulisannya tentang sejarah Islam telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul "Chronology of Ancient Nation".
Banyak lagi buku tulisan Al-Biruni diterbitkan di Eropa dan tersimpan dengan baiknya di Museum Escorial, Spanyol. Dalam sepanjang hidupnya.Al-Biruni telah memproduksi lebih 150 buah buku termasuk daftar penelitian yang mengandung 138 judul.
Antara buku itu adalah Al-Jamahir fi al-Jawahir yakni tentang batu-batu permata; Al-Athar al-Baqiah terkait efek lama tersisa dan Al-Saidalah fi al-Tibb, tentang obat-obatan. Karya ini dikatakan karyanya yang terakhir sebelum meninggal pada 1048M.
Al-Biruni tidak hanya dapat menguasai bahasa Sansekerta dengan baik tetapi juga bahasa-bahasa Ibrani dan Suriah. Beliau yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang filsafat Yunani menjadi seorang sarjana agung yang pernah dilahirkan oleh dunia Islam. Al-Biruni berhasil membuktikan bahwa sambungan filsafat dan ilmu pengetahuan telah memungkinkan agama terus hidup subur dan berkembang serta membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh umat.
Pemikiran filsafatnya tidak semata-mata mengandalkan pada imajinasi dan permainan logika tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukannya secara empiris. Keahliannya dalam ilmu Islam tidak bisa dipertanyakan karena dalam umur yang masih muda lagi beliau telah menghasilkan sebuah karya besar yang berjudul Kitabul Ashar al baqiya 'Anil Quran al Khaliya.
Sebelum ke India, Al-Biruni sering menjalin hubungan dengan Ibnu Sina. Kondisi ini menjadi bukti pengakuan ilmuwan Islam lainnya terhadap ketokohan dan kesarjanaannya. Sekaligus menjadikan beliau seorang filsuf Islam yang serba bisa dengan kontribusi yang telah memberikan manfaat yang besar kepada manusia seluruhnya.
Dalam waktu yang sama, Al-Biruni juga membuktikan bahwa kaum filsuf bukan merupakan golongan yang sesat dan hidup di awang-awangan. Sebaliknya mereka adalah kaum ilmuwan yang perlu diberi pengakuan. Peranan dan posisi mereka amat besar dalam pembangunan peradaban Islam dan peradaban manusia.
Sesungguhnya kemunculan Al-Biruni sebagai tokoh ilmuwan tersohor telah mengangkat martabat filsuf dari terus diberikan berbagai stigma dan label yang berbentuk negatif dan merubah peran yang seharusnya dimainkan oleh filsuf itu sendiri.
Pada zaman awal kedatangan Islam, masyarakat Islam tidak begitu terkena ilmu filsafat. Namun menjelang abad ke-3, para sarjana Islam mulai memperhatikan persoalan dan pemikiran yang terkait dengan falsafah.Pada zaman awal kedatangan Islam, masyarakat Islam tidak begitu terkena ilmu filsafat.
Dasar pada filsafat yang dipelopori oleh para ilmuwan Islam, berpaksikan ajaran Islam dan kalimat syahadat bertujuan untuk meningkatkan keyakinan dan ketakwaan umat Islam.
Berbeda dengan filsafat Yunani yang lebih terkonsentrasi pada pencarian kebenaran berlandaskan pemikiran dan logika semata sehingga menimbulkan kekeliruan dan kekacauan yang tidak berpanjangan.Aliran filsafat pada zaman Islam tidak sekadar membatasi pembicaraan pada persoalan yang terkait dengan metafisika ketuhanan dan kejadian alam.
Tetapi juga meliputi diskusi yang terkait dengan nilai-nilai akhlak, masyarakat, dan kemanusiaan. Meskipun filsuf pernah dicap oleh Imam Al-Ghazali sebagai kaum yang sesat lagi menyesatkan, tetapi perkembangan ilmu filsafat itu telah berhasil membantu menyelesaikan berbagai persoalan keagamaan, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan bidang-bidang lain.
Wahyu sebenarnya tidak bertentangan dengan akal. Melalui paduan wahyu dan akal seperti yang dituangkan oleh para ilmuwan Islam telah berhasil membantu meletakkan batu dasar yang kokoh bagi pembangunan peradaban Islam. Karena itu, umat Islam dianjurkan menemukan dan menimba ilmu hatta sampai ke negara Cina.
Dorongan yang diberikan oleh Islam itu telah memberikan semacam motivasi kepada para sarjana Islam untuk terus menggali dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan baik di timur atau barat.Salah seorang ilmuwan tersebut adalah Al Biruni atau nama aslinya Abu al-Raihan Muhammad ibn Ahmad al-Biruni. Beliau dilahirkan pada tahun 362 H (973 M) diBirun, ibu negara Khawarizm atau lebih dikenal sebagai Turkistan. Gurunya yang pertama adalah Abu Nashr Mansur ibn Alt ibn Iraqin yang juga merupakan seorang pakar ilmu matematika dan alam.
Minat dan kecenderungannya untuk mempelajari dan memperluas dimensi ilmu pengetahuannya telah mendorong Al-Biruni merantau sampai ke negara India. Tetapi saat berada di India, Al-Biruni telah ditawan oleh Sultan Mahmood Al-Ghaznawi.
Setelah menyadari keilmuwannya beliau ditugaskan di istana sebagai salah seorang ulama. Kesempatan itu digunakan sepenuhnya oleh Al-Biruni untuk mempelajari bahasa Sansekerta dan bahasa lain di India. Di sana ia mengambil kesempatan untuk mengenal agama Hindu dan filsafat India. Hasilnya beliau telah menulis beberapa buah buku yang memiliki hubungan dengan masyarakat India dan kebudayaan Hindu.Dalam satu tulisannya, ia menyatakan bahwa ajaran Hindu berdasarkan konsep penjelmaan yang memiliki persamaan dengan syahadat Tauhid dalam Islam dan trinitas dalam agama Kristen.
Tembok penjara tidak menjadi penghalang bagi Al-Biruni untuk terus menuntut dan menghasilkan karya-karya yang besar dalam berbagai bidang. Kontribusinya kepada ilmu dan peradaban India sangat besar. Kontribusinya yang paling penting adalah dalam penciptaan metode penggunaan angka-angka India dan kajiannya mencari ukuran bumi menggunakan perhitungan matematika.
Ia juga telah berhasil memproduksi satu daftar yang memuat peta dan posisi ibu-ibu negara di dunia.Semasa berada dalam tawanan itu, Al-Biruni juga menggunakan seluruh ruang dan peluang yang ada untuk menjalin hubungan antara para ilmuwan sekolah tinggi Baghdad dan para sarjana Islam India yang tinggal dalam istana Mahmud al Ghaznawi.
Setelah dibebaskan, beliau telah menulis sebuah buku yang berjudul Kitab tahdid al Nih-ayat al Amakin Lita'shih al Masafat al Masakin. Selain itu, beliau juga mendirikan sebuah pusat penelitian astronomi tentang sistem solar yang telah membantu perkembangan studi ilmu falak di tahun-tahun yang mendatang.
Penelitiannya dalam bidang sains, matematika, dan geometrik telah menyelesaikan banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan sebelum ini.
Penguasaannya terhadap berbagai ilmu pengetahuan dan bidang telah menyebabkan dijuluki sebagai "Ustadz fil Ulum" atau guru segala ilmu. Penulisannya tentang sejarah Islam telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul "Chronology of Ancient Nation".
Banyak lagi buku tulisan Al-Biruni diterbitkan di Eropa dan tersimpan dengan baiknya di Museum Escorial, Spanyol. Dalam sepanjang hidupnya.Al-Biruni telah memproduksi lebih 150 buah buku termasuk daftar penelitian yang mengandung 138 judul.
Antara buku itu adalah Al-Jamahir fi al-Jawahir yakni tentang batu-batu permata; Al-Athar al-Baqiah terkait efek lama tersisa dan Al-Saidalah fi al-Tibb, tentang obat-obatan. Karya ini dikatakan karyanya yang terakhir sebelum meninggal pada 1048M.
Al-Biruni tidak hanya dapat menguasai bahasa Sansekerta dengan baik tetapi juga bahasa-bahasa Ibrani dan Suriah. Beliau yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang filsafat Yunani menjadi seorang sarjana agung yang pernah dilahirkan oleh dunia Islam. Al-Biruni berhasil membuktikan bahwa sambungan filsafat dan ilmu pengetahuan telah memungkinkan agama terus hidup subur dan berkembang serta membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh umat.
Pemikiran filsafatnya tidak semata-mata mengandalkan pada imajinasi dan permainan logika tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukannya secara empiris. Keahliannya dalam ilmu Islam tidak bisa dipertanyakan karena dalam umur yang masih muda lagi beliau telah menghasilkan sebuah karya besar yang berjudul Kitabul Ashar al baqiya 'Anil Quran al Khaliya.
Sebelum ke India, Al-Biruni sering menjalin hubungan dengan Ibnu Sina. Kondisi ini menjadi bukti pengakuan ilmuwan Islam lainnya terhadap ketokohan dan kesarjanaannya. Sekaligus menjadikan beliau seorang filsuf Islam yang serba bisa dengan kontribusi yang telah memberikan manfaat yang besar kepada manusia seluruhnya.
Dalam waktu yang sama, Al-Biruni juga membuktikan bahwa kaum filsuf bukan merupakan golongan yang sesat dan hidup di awang-awangan. Sebaliknya mereka adalah kaum ilmuwan yang perlu diberi pengakuan. Peranan dan posisi mereka amat besar dalam pembangunan peradaban Islam dan peradaban manusia.
Sesungguhnya kemunculan Al-Biruni sebagai tokoh ilmuwan tersohor telah mengangkat martabat filsuf dari terus diberikan berbagai stigma dan label yang berbentuk negatif dan merubah peran yang seharusnya dimainkan oleh filsuf itu sendiri.
No comments:
Post a Comment